Minggu, 21 Juni 2015

artikel kenakalan remaja dan tawuran antar pelajar



Pendahuluan
Kejahatan dan kenakalan remaja tidak dapat dilepaskan dari konteks kondisi sosial budaya zamannya. Sebab setiap periode sifatnya khas, dan memberikan jenis tantangan khusus kepada generasi mudanya, sehingga anak-anak muda ini mereaksi dengan cara yang khas pula terhadap stimuli sosial yang ada.
Yang menjadi masalah rumit bagi anak-anak muda di Indonesia ialah adaptasi terhadap situasi sosial politik baru, yaitu setelah mengalami kemelut merebut kemerdekaan di daerah-daerah pegunungan dan pedesaan, kemudian mereka harus pergi ke kota besar, di tengah masyarakat orang dewasa dan para pelopor kemerdekaan.
Kenakalan remaja itu pada umumnya berupa penodongan di sekolah-sekolah untuk mendapatkan ijazah, dan penonjolan diri yang berlebihan yang menunjukkan bak seorang pahlawan kesiangan. Lebih serius dari kejadian tersebut hamper tidak pernah terjadi. Hal ini disebabkan masih kuatnya sanksi-sanksi masyarakat, ditambah tingginya citra perjuangan dan semangat berkorban untuk mengisi kemerdekaan. Tidak banyak keberandalan dan kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang muda pada periode ini. Seandainya pun ada, kejadian tersebut tidak akan menjadi masalah sosial yang sulit untuk dipecahkan.
 Mengenai kenakalan remaja yaitu keberandalan dan semacam tindak-tindak kriminal ringan, yang menirukan pola tingkah laku anak-anak muda di luar negeri, yang mereka dapat dan tirukan dari film impor dan jenis-jenis buku bacaan yang berkategori sadistis dan bisa di bilang porno. Adapun sumber kenakalan dan kejahatan para remaja adalah ketidakmampuan si anak untuk lebih memanfaatkan waktu-waktu kosong dan kurangnya pengendalian pada para remaja terhadap dorongan peniruan. Sayangnya yang mereka atau para remaja tiru malah justru perbuatan atau perlakuan yang kurang baik dan sangat tidak terpuji, misalnya suka hidup bermalas-malasan dan suka akan kebebasan seperti para hippies, suka bersantai-santai dan hidup dalam kesenangan dan sering main perempuan, dan melakukan tindak kriminal untuk lebih memuaskan diri dam ambisi sosial mereka yang semakin meningkat.
Disamping itu juga banyak terjadi pelanggaran terhadap norma norma susila yang dilakukan lewat praktek seks bebas, cinta bebas atau kumpul kebo, permainan bagong lieur (babi mabuk, yaitu gadis remaja yang melacurkan diri dan ikhlas tanpa imbahas uang sepeser pun), pereks (perempuan yang suka bereksperimen), bondon (boneka Don Juan yang mudah di bawa), serta perkelahian missal atau tawuran antar kelompok atau antar sekolah di kota-kota besar, khusunya di kota Surabaya, Jakarta, dan Medan.


















Isi
Perkelahian atau tawuran, kata-kata ini mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita. Tawuran atau perkelahian massal ini biasanya dilakukan dengan beramai-ramai atara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, hal ini biasanya dilakukan dari lembaga sekolah yang berbeda dan biasanya juga dilakukan dengan sering memakai cara kekerasan, saling memukul, bahkan dengan menggunakan senjata tajam.
Secara psikologis, tawuran atau perkelahian yang melibatkan para pelajar yang usianya sudah bisa dibilang remaja ini adalah sebagai salah satu bentuk kenakalan mereka para remaja, tawuran atau perkelahian ini merupakan perilaku yang negative. Permasalahan yang remeh pun dapat menimbulkan pertengkaran individual yang berkelanjutan dengan perkelahian massal bahkan tawuran atau perkelahian massal ini bisa membawa dendam yang berkepanjangan bagi para pelaku yang terlibat di dalamnya dan sering berlanjut pada tahun berikutnya.
Anak remaja yang ikut-ikutan mengambil di dalam bagian aksi-aksi perkelahian beramai-ramai antar geng maupun antar sekolah, yang acap kali sering tidak sadar melakukan tindak kriminal dan anti sosila itu pada umumnya adalah anak-anak normal yang berasal dari keluarga baik-baik. Hanya oleh satu bentuk pengabaian psikis tertentu mereka kemudian melakukan mekanisme kompensatoris guna untuk menuntuk perhatian yang lebih, khususnya untuk mendapatkn pengakuan lebih terhadap egonyayang merasa tersisih atau terlupakan dan tidak mendapatkan perhatian yang pantas dari orang tua sendiri maupun dar masyarakat luas. Bisa juga perilaku mereka itu didorong oleh kompensasi pembalasan terhadap perasaan-perasaan inferior, untuk kemudian ditebus dengan bentuk tingkah laku yang lebih melambung dan merasa paling jago guna mendapatkan pengakuan lebih terhadap Aku-nya. Jadi dalam hal ini ada dorongan untuk mendapatkan pengakuan lebiih yang sangat kuat, guna meminta perhatian yang lebih banyak dari dunia luar.
Tingkah laku kenakalan remaja itu pada dasarnya merupakan kegagalan system control diri terhadap implus-implus yang lebih kuat dan dari dorongan instinktif. Implus-impuls kuat, dorongan instinktifdan senttimen-sentimen hebat itu kemudian disalurkan lewat perbuatan kejahatan, kekerasan, dan agresi keras, yang di anggap mengandung nilai lebih oleh anak-anak remaja tadi. Karena itu mereka perlu memamerkan energy dan semangat hidupnya dalam wujud aksi bersama atau perkelahian massal.
Oleh perasaan yang senasib atau sepenanggungan, anak-anak remaja yang kurang atau bahkan tidak mendapatkan kasih sayang dan perhtian yang cukup dari luar, dan kemudian merasa tersisih dari masyarakat orang dewasa, sekarang lebih merasa berarti berada di tengah-tengah gengnya. Di dalam geng itu anak mencari segala sesuatu yang tidak mungkin mereka peroleh dari keluarga (orang tua dan saudra saudaranya) maupun dari masyarakat di sekitarnya. Bahkan di tengah keluarga sendiri mereka merasa tidak di hargai, tidak mendapatkan kasih sayang dan posisi social yang mantap, serta tidak menemukan ideal dan tujuan hidup yang jelas untuk melakukan aksi-aksi yang bersama. Hubungan dengan orang tua dan saudara-saudaranya sendiri sangat logger, sehingga mereka merasa tidak betah tinggal di rumah. Lagi pula di mata mereka masyarakat besar ini tampak tidak bersahabat, bahkan cenderung menekan dan selalu melarang dan menghukum mereka saja.
Dengan begitu anak-anak remaja yang merasa kesepian, marah, binggung serta sengsara batinya itu sebab merasa selalu di hambat dan di haling-halangi keinginannya untuk memainkan peranan social tertentu secara spontan di antara mereka saling tarik menaring dan saling membutuhkan. Anak-anak muda yang merasa senasib dan sepenanggungan karena ditolak oleh masyarakat itu secara otomatis lalu menggerombol, mencari dukungan moril guna memainkan peranan sosial yang berarti, dan melakukan perbuatan spektakuler bersama-sama. Karena itulah maka gerombolan anak muda ini senang berkelahi, atau melakukan perang antar kelompok supaya lebih nampak, dan untuk menonjolkan egonya.
Perkelahian atau tawuran antar kelompok tersebut jelas akan memperkuat kesadaran, yaitu kesadara menjadi anggota dari satu ingroup atau satu rumpun keluarga baru dan mempertegu semangat kelompok. Kelompok ini sekalipun tidak permanen sifatnya, akan tetapi jelas menampilkan pola-pola tingkah laku khas, sebagai pencerminan dari satu dunia sosial anak remaja masa kini yang nyata adai sekarang, yang memiliki sentiment-sentimen kelompok primer yang amat kuat dan ambisi ambisi idiil serta materiil tertentu.
Dari kelompok tersebut kemudian keluar tekanan keras terhadap setiap anggotanya untuk menegakkan kode kelompok dan melakukan aksi-aksi penyapuan bersama. Ketidak patuhan dan penyimpangan tingkah laku akan di hukum dengan keras. Bahkan perbuatan yang di anggap sebagai pengkhianatan bisa di hukum sampai hukuman mati. Sebaliknya, rasa setiakawanan, solidaritas, loyalitas dan kesediaan berkorban demi nama besar kelompok sendiri akan sangat di hargai oleh setiap anggota kelompok, khususnya oleh pimpinan gerombolan tertetu.
Kegemaran berkelahi secara massal di antara anak-anak lanjutan di kota-kota besar, khususnya di Jakarta disebabkan dari dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal berlangsung lewat proses internalisasi diri yang keliru oleh anak-anak remaja dalam menanggapi situasi disekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Tingkah laku mereka itu merupakan reaksi yang salah satu kegagalan dari proses belajar. Dengan kata lain, anak-anak remaja itu melakukan mekanisme pelarian diri dan pembelaan diri yang melanggar bentuk agresi, dan pelanggaran terhadap norma-norma social dan hukum formal, yang diwujudkan dalam bentuk kejahatan, kekerasan, kebiasaan berkelahi massal dan sebagainnya.
Faktor eksternal juga berakibat dari alam sekitar, yaitu faktor sosial atau faktor sosiologis  yang menjadi perangsang dan pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada anak-anak remaja seperti tindak kekerasan, kejahatan, perkelahian massal dan semacamnya.







Penutup
A.    Kesimpulan
Kenakalan remaja dan perkelhin massal itu merupakan refleksi dari perbuatan orang dewasa di segala sektor yang dipenuhi dengan nafsu kekuasaan, kekejaman, kemunafikan, dan lain-lain.
Merupakan proses peniruan anak remaja terhadap segala gerak-gerik dan tingkah laku orang dewasa modern sekarang ini.
B.     Saran
Untuk mengurangi atau menghilangkan sifat remaja yang tidak baik ini menurut saya, lakukan koreksi terhadap semua kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik. Dan sebaiknya, perbanyaklah kearifan, kebaikan dan keadilan, agar bisa menjadi panutan bagi para remaja, demi generasi penerus bangsa kita. Selanjutnya memberikan kegiatan dan pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak muda zaman sekarang, mengembangkan bakat dan potensi anak-anak muda.



Media Pembelajaran Bahasa Inggris Kelas 5 SD